Selasa, 30 April 2013

PAMORING KAWULO GUSTI



PAMORING KAWULO GUSTI



             Jalan menuju jalan terang banyak sekali, karena kebenaran itu harus terbukti didalam kenyataan hidup, yang nantinya sebagai kunci pintu besar menuju kediaman Tuhan,  kami sebut baittullah yaitu hati. Umat bisa manunggal dengan Gusti kalau punya rasa cinta atau berbakti ke Tuhannya apabila rasanya sudah bisa manunggal selaras dengan sifat-sifat Gusti, yaitu mempunyai watak mulia, berbudi luhur, cinta kasih kepada semua umat. Gusti berasal dari kata “gus : bagus, ti : hati”, jadi Gusti adalah bagus-bagusnya hati, ini mempunyai makna yang dalam sebagai berikut, kalau manusia dalam tingkah laku berdasarkan bagus-bagusnya hati dan diterjemahkan dalam perilaku yang bagus, maka disebut perilaku yang mulia, atau bisa dikatakan perjalanan hidupnya selaras dengan perjalanan rasa, jadi antara lahir dan batin sudah manunggal dan selaras. 

Pencapaian perjalanan sampai tahap itu harus melakukan perjalanan mencari  jalan ketentraman dengan cara banyak berbakti, berbakti dari kata bakti atau bekti, dapat diterjemahkan menjadi mengabdi, atau labet, maksudnya berbuat sesuatu tanpa mengharapkan apa-apa atau iklas, intinya berbakti dengan penuh keiklasan. 
Didalam pewayangan bisa digambarkan Bratasena yang mencari air purwito suci, atau air kehidupan yang suci, pencapaiannya harus mempunyai tekat yang kuat dan menggunakkan aji kesaktiannya, yaitu aji pengantol-antol dan aji wungkal bener. Aji pengantol-antol yang dimaksud adalah segala perilaku dan tingkah laku sebelum dilakukan harus melalui pertimbangan yang mendalam, supaya tidak salah bertindak, aji wungkal bener maksudnya segala perilaku dan tindakannya harus berdasarkan kebenaran, berani karena benar. Aji yang tersebut artinya yang sangat ditinggikan atau dimuliakan, kesimpulannya melakukan perbuatan harus dipertimbangkan dengan teliti berdasarkan kebenaran yang hakiki. Bratasena mempunyai senjata yang ampuh yang bernama “kuku pancanaka”, ini mempunyai maksud bisa manunggal dengan berpedoman hidup Panca Darma Bakti, kalau dalam kenegaraan dasar Negara Indonesia adalah Pancasila, dalam pencariannya sampai masuk kedalam samudra yang sangat luas disertai gulungan ombak yang besar, maksud yang tersirat didalamnya adalah, samudera besar dengan ombak yang dimaksud adalah perjalanan tingkah laku  angan-angan manusia yang sangat besar, kalau kita terseret kedalamnya ahirnya akan masuk dunia kesesatan yang nyata, maka harus diterjang dan dibuang jauh-jauh. Dalam samudra digambarkan dibelit ular besar (ulo nogo), ini berarti, didalam kehidupan banyaknya hambatan dan godaan yang nyata yang membelenggu di jiwa raga stiap oarang, yang menggoda adalah perilaku angan-angan yang terus menerus seperti ombak. Dibelit ular naga artinya hidup manusia yang menuruti angan-angan akan di belenggu daya jelek didalam tubuh seseorang, supaya bisa terbebas dari belenggu  kejelekan harus di sobek atau diputus dengan kuku pancanaka atau lima sila aturan hidup, kalau sudah memutuskan belenggu orang akan masuk dalam pencerahan yang sejati, karena menemukan air kehidupan yang berada didalam hati yang paling dalam ya rasa sejati. Ini baru dikatakan manunggal yang sejati, biasanya untuk para pelaku spiritual yang sudah mendalam dalam mengolah roso pada tahap ini bisa dikatakan orang tua yang sejati, sedangkan yang dimaksud orang tua yang sejati adalah seseorang yang bisa melakukan nunggang rasa ngadep urip, maksudnya melalui rasa menghadap sumber kehidupan, setelah bisa menghadap dan manunggal orang baru bisa menerima petunjuk yang nyata dari sang sumber hidup, melalui media roh suci atau rasa yang sejati, orang menerima petunjuk melalui rasa sejati seperti Bratasena mendapat wejangan sejati melalui dewa ruci yang jadi guru sejatinya. Dewa Ruci berbadan kecil tapi rupa dan bentuknya seperti Bratasena semasa kecil, maksut sebenarnya adalah biasanya orang yang bisa menerima petunjuk dari Gusti langsung adalah orang yang rasanya sudah menjadi murni kembali seperti anak kecil, yang masih sangat peka dan mendahulukan rasa daripada fikirannya, masih polos, jujur dan apa adanya. Pencapainnya dengan cara mengosongkan angan-angan dan daya fikirnya diganti dengan daya rasa dan rasa berhubungan langsung dengan Gusti, ini sejatinya panunggal.
Ajaran baik dan benar yang menuju kenyataan sejati sangat sederhana, disampaikan bukan dengan kata-kata yang muluk-muluk dan berbeli-belit, maksutnya tidak menggunakkan perilaku yang berat dan syarat-syarat yang aneh-aneh, kalau belum menemukan jalan terang dalam hidup seperti orang didalam gelap gulita baru menemukan jalan terang, sinarnya terlalu terang sekali akan membuat silau sampai memejamkan mata. Seperti halnya manusia yang diberi pengetahuan jalan yang terang karena pengalaman hidupnya tidak sampai dalam taraf ini banyak yang tidak percaya dan mengingkarinya, jadi semua pencerahan akan bisa diterima dan difahami dikalau orang itu sudah siap menerimanya. Contoh yang lain adalah sebagai berikut, ada seorang yang sukanya minum kopi, menceritakan rasanya minum kopi kepada temannya yang belum pernah minum kopi, maka orang yang diberi cerita tidak bisa merasakan rasanya bagaimana, kecuali langsung praktek minum kopi maka akan menemukan rasanya kopi, dalam pencapaian rasa juga begitu, rasa tidak bisa dirasakan oleh orang lain sebelum orang itu melakukan perbuatan yang dianjurkan.

Sebab musabab tertutupnya hati untuk menerima pencerahan pada dasarnya karena perilaku yang kotor yang akhirnya menutup hati, contohnya :
  1. Lupa, atau tidak sadar, yang dimaksud adalah lupa segalanya dalam hidup, ahirnya tidak memperhitungkan baik dan benarnya semua dilakukan hanya untuk memenuhi nafsu duniawi.
  2. Mempunyai penyakit kumo, atau berlebih lebihan, yang berkuasa mengunggulkan kuasanya, yang pintar mengunggulkan kepandaiannya, yang kaya mengunggulkan kekayaannya.
  3. Berlebih-lebihan dalam rasa, terlalu sedih, terlalu sayang, terlalu senang dan lainnya, karena dikala orang terlalu senang atau sedih orang tidak bisa berfikir dengan jernih, yang otomatis hati akan tertutup, akhirnya orang bingung dan masuk dalam kesesatan
  4. Iri dan dengki.
  5. Marah
  6. Ragu-ragu, perilaku tidak baik karena sudah setengah tidak ada kepercayaan kepada Gusti
  7. Mengumpat dan mengeluh, ini bertanda dalam masa ujian kurang iklas dan sabar menjalani hidup, bisanya anak sekolah mau naik kelas akan diuji dulu, setelah nilainya bagus sang guru menaikkan ketahap kelas selanjutnya, dan perlu diperhatikan hidup bukannya kesenangan tapi semua adalah ujian yang nyata.

Mumpung Gusti masih memberi waktu, mari kita lekas berbuat dan jangan ditunda-tunda mencari ilmu yang nyata, yaitu petunjuk yang bisa membawa jalan yang benar seperti yang sudah diterangkan oleh para rosul. Perlu dijadikan perhatian, semua permintaan cepat atau tidaknya dikabulkan oleh Gusti tergantung kita yang melaksanakannya, kalau tekun dan iklas tentunya Gusti akan segera membukakan pintu jalan menuju kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar