PAMORING
KAWULO GUSTI
Jalan menuju jalan
terang banyak sekali, karena kebenaran itu harus terbukti didalam kenyataan
hidup, yang nantinya sebagai kunci pintu besar menuju kediaman Tuhan, kami sebut baittullah yaitu hati. Umat bisa
manunggal dengan Gusti kalau punya rasa cinta atau berbakti ke Tuhannya apabila
rasanya sudah bisa manunggal selaras dengan sifat-sifat Gusti, yaitu mempunyai
watak mulia, berbudi luhur, cinta kasih kepada semua umat. Gusti berasal dari
kata “gus : bagus, ti : hati”, jadi Gusti adalah bagus-bagusnya hati, ini
mempunyai makna yang dalam sebagai berikut, kalau manusia dalam tingkah laku
berdasarkan bagus-bagusnya hati dan diterjemahkan dalam perilaku yang bagus,
maka disebut perilaku yang mulia, atau bisa dikatakan perjalanan hidupnya
selaras dengan perjalanan rasa, jadi antara lahir dan batin sudah manunggal dan
selaras.
Pencapaian perjalanan sampai
tahap itu harus melakukan perjalanan mencari jalan ketentraman dengan cara banyak berbakti,
berbakti dari kata bakti atau bekti, dapat diterjemahkan menjadi mengabdi, atau
labet, maksudnya berbuat sesuatu tanpa mengharapkan apa-apa atau iklas, intinya
berbakti dengan penuh keiklasan.
Didalam pewayangan bisa
digambarkan Bratasena yang mencari air purwito suci, atau air kehidupan yang
suci, pencapaiannya harus mempunyai tekat yang kuat dan menggunakkan aji
kesaktiannya, yaitu aji pengantol-antol dan aji wungkal bener. Aji
pengantol-antol yang dimaksud adalah segala perilaku dan tingkah laku sebelum
dilakukan harus melalui pertimbangan yang mendalam, supaya tidak salah
bertindak, aji wungkal bener maksudnya segala perilaku dan tindakannya harus
berdasarkan kebenaran, berani karena benar. Aji yang tersebut artinya yang
sangat ditinggikan atau dimuliakan, kesimpulannya melakukan perbuatan harus
dipertimbangkan dengan teliti berdasarkan kebenaran yang hakiki. Bratasena
mempunyai senjata yang ampuh yang bernama “kuku pancanaka”, ini mempunyai
maksud bisa manunggal dengan berpedoman hidup Panca Darma Bakti, kalau dalam
kenegaraan dasar Negara Indonesia adalah Pancasila, dalam pencariannya sampai
masuk kedalam samudra yang sangat luas disertai gulungan ombak yang besar,
maksud yang tersirat didalamnya adalah, samudera besar dengan ombak yang
dimaksud adalah perjalanan tingkah laku
angan-angan manusia yang sangat besar, kalau kita terseret kedalamnya
ahirnya akan masuk dunia kesesatan yang nyata, maka harus diterjang dan dibuang
jauh-jauh. Dalam samudra digambarkan dibelit ular besar (ulo nogo), ini
berarti, didalam kehidupan banyaknya hambatan dan godaan yang nyata yang membelenggu di jiwa raga stiap oarang, yang
menggoda adalah perilaku angan-angan yang terus menerus seperti ombak. Dibelit ular
naga artinya hidup manusia yang menuruti angan-angan akan di belenggu daya jelek
didalam tubuh seseorang, supaya bisa terbebas dari belenggu kejelekan harus di sobek atau diputus dengan
kuku pancanaka atau lima sila aturan hidup, kalau sudah memutuskan belenggu
orang akan masuk dalam pencerahan yang sejati, karena menemukan air kehidupan
yang berada didalam hati yang paling dalam ya rasa sejati. Ini baru dikatakan
manunggal yang sejati, biasanya untuk para pelaku spiritual yang sudah mendalam
dalam mengolah roso pada tahap ini bisa dikatakan orang tua yang sejati,
sedangkan yang dimaksud orang tua yang sejati adalah seseorang yang bisa
melakukan nunggang rasa ngadep urip, maksudnya melalui rasa menghadap sumber
kehidupan, setelah bisa menghadap dan manunggal orang baru bisa menerima
petunjuk yang nyata dari sang sumber hidup, melalui media roh suci atau rasa
yang sejati, orang menerima petunjuk melalui rasa sejati seperti Bratasena
mendapat wejangan sejati melalui dewa ruci yang jadi guru sejatinya. Dewa Ruci
berbadan kecil tapi rupa dan bentuknya seperti Bratasena semasa kecil, maksut
sebenarnya adalah biasanya orang yang bisa menerima petunjuk dari Gusti
langsung adalah orang yang rasanya sudah menjadi murni kembali seperti anak
kecil, yang masih sangat peka dan mendahulukan rasa daripada fikirannya, masih
polos, jujur dan apa adanya. Pencapainnya dengan cara mengosongkan angan-angan
dan daya fikirnya diganti dengan daya rasa dan rasa berhubungan langsung dengan
Gusti, ini sejatinya panunggal.
Ajaran baik dan benar yang
menuju kenyataan sejati sangat sederhana, disampaikan bukan dengan kata-kata
yang muluk-muluk dan berbeli-belit, maksutnya tidak menggunakkan perilaku yang
berat dan syarat-syarat yang aneh-aneh, kalau belum menemukan jalan terang
dalam hidup seperti orang didalam gelap gulita baru menemukan jalan terang, sinarnya
terlalu terang sekali akan membuat silau sampai memejamkan mata. Seperti halnya
manusia yang diberi pengetahuan jalan yang terang karena pengalaman hidupnya
tidak sampai dalam taraf ini banyak yang tidak percaya dan mengingkarinya, jadi
semua pencerahan akan bisa diterima dan difahami dikalau orang itu sudah siap
menerimanya. Contoh yang lain adalah sebagai berikut, ada seorang yang sukanya
minum kopi, menceritakan rasanya minum kopi kepada temannya yang belum pernah
minum kopi, maka orang yang diberi cerita tidak bisa merasakan rasanya
bagaimana, kecuali langsung praktek minum kopi maka akan menemukan rasanya
kopi, dalam pencapaian rasa juga begitu, rasa tidak bisa dirasakan oleh orang
lain sebelum orang itu melakukan perbuatan yang dianjurkan.
Sebab musabab tertutupnya
hati untuk menerima pencerahan pada dasarnya karena perilaku yang kotor yang
akhirnya menutup hati, contohnya :
- Lupa, atau tidak sadar, yang dimaksud adalah lupa segalanya dalam hidup, ahirnya tidak memperhitungkan baik dan benarnya semua dilakukan hanya untuk memenuhi nafsu duniawi.
- Mempunyai penyakit kumo, atau berlebih lebihan, yang berkuasa mengunggulkan kuasanya, yang pintar mengunggulkan kepandaiannya, yang kaya mengunggulkan kekayaannya.
- Berlebih-lebihan dalam rasa, terlalu sedih, terlalu sayang, terlalu senang dan lainnya, karena dikala orang terlalu senang atau sedih orang tidak bisa berfikir dengan jernih, yang otomatis hati akan tertutup, akhirnya orang bingung dan masuk dalam kesesatan
- Iri dan dengki.
- Marah
- Ragu-ragu, perilaku tidak baik karena sudah setengah tidak ada kepercayaan kepada Gusti
- Mengumpat dan mengeluh, ini bertanda dalam masa ujian kurang iklas dan sabar menjalani hidup, bisanya anak sekolah mau naik kelas akan diuji dulu, setelah nilainya bagus sang guru menaikkan ketahap kelas selanjutnya, dan perlu diperhatikan hidup bukannya kesenangan tapi semua adalah ujian yang nyata.
Mumpung Gusti masih memberi
waktu, mari kita lekas berbuat dan jangan ditunda-tunda mencari ilmu yang
nyata, yaitu petunjuk yang bisa membawa jalan yang benar seperti yang sudah
diterangkan oleh para rosul. Perlu dijadikan perhatian, semua permintaan cepat
atau tidaknya dikabulkan oleh Gusti tergantung kita yang melaksanakannya, kalau
tekun dan iklas tentunya Gusti akan segera membukakan pintu jalan menuju
kebenaran.