ILMU
RASA SEJATI
Pada dasarnya semua ajaran yang benar banyak cara dan
jalan, Tuhan tidak membatasi satu bahasa atau golongan tertentu, dan semua itu
di sesuaikan dengan keadaan. Kalau suatu daerah A dituruni ajaran dengan bahasa
B, akan tidak ketemu, karena untuk memahami maksut dan tujuannya saja sudah
sulit, karena Tuhan sangat bijaksana dan adil ajaran akan disesuaikan untuk
mudah dimengerti dan dilaksanakan, Cuma kadangkala orang sering memaksakan
kehendaknya sendiri untuk menarik orang lain masuk ke dalam golongannya. Ajaran
panunggal yang benar, walaupun disampaikan dengan cara dan bahasa yang berbeda,
mempunyai persamaan isinya, ibaratnya daun sirih bagian atas dan bawahnya,
walaupun beda warnanya tapi kalau digigit sama rasanya, Cuma seperti orang yang
berjalan walaupun jalannya sama dan garis awal dan ahirnya sama, bisa sampai
dengan cepat atau tidak tergantung para umat yang menjalankannya sendiri. Semua
pekerjaan selesai atau tidak harus didasari niat yang kuat disertai
pengorbanan, karena tekat saja tidak ada manfaatnya kalau tidak dilakukan
dengan kerja nyata, yaitu pengorbanan.
Dapat di ibaratkan pak tani
yang menanam padi, bisanya akan menuai padi harus ditebus dengan beberapa tahap
pengorbanan, dari memilih bibit, menyebar benih, memelihara tanaman supaya
selamat, tidak mengeluh kalau kepanasan dan kehujanan, sabar dan iklas menunggu
padi, sampai menuai hasilnya, selama perjalanan pengobanan itu benar-benar
menjalankan kewajibannya dengan baik maka padinya akan selamat, ahirnya pak
tani bisa memanen hasilnya. Seperti halnya manusia dalam perjalanan menjalani
ajaran Tuhan, bisa menjalankan kewajibannya dengan benar atau tidak, kalau
tidak akan menuai hasil yang buruk, ahirnya masuk kealam kesengsaraan.
Perjalanan tidak bisa dengan jalan yang cepat karena hidup memerlukan proses.
Pencarian ilmu kenyataan
atau ilmu rasa sejati, yaitu menjalani ajaran ilmu kasuksman, ke Allah-an atau
kebatinan, yang akan menuntun kedalam keselamatan dan ketentraman hidup, tidak
terbatas waktu dan tempat. Ada yang cepat dan ada yang lambat, bahkan sampai
mati tidak mendapatkannya, semua tergantung bagaimana mengolah rasanya. Banyak jalan
terjal, berbelok dan persimpangan, kalau salah memilih tidak akan sampai
ditujuan, pada orang-orang tertentu sampai menjalani ritual yang berat-berat,
kungkum dimata air, tidur di makam keramat atau kepantai selatan untuk meminta
pertolongan dari makluk ghaib, semua itu tidak akan ketemu selamanya, karena
ilmu ke Tuhanan ajarannya untuk mengatur perilaku sehari-hari. Contohnya, ada
seorang yang mempunyai hutang banyak, dia pergi ke tempat keramat atau mencari
pertolongan ghaib untuk menyelesaikan masalah, ini tidak akan berhasil, dari
pada meninggalkan rumah anak dan keluarganya lebih baik bekerja dengan iklas
dan tekun, hasilnya akan bisa untuk membayar hutangnya. Kalaupun ia mendapatkan
pertolongan dari ghaib pasti ada perjanjiannya, pada golongan ini sudah masuk
jalan sesat menyimpang dari ajaran keTuhanan.
Panunggal ada beberapa cara:
- 1. Manunggal dengan cara meditasi, atau tafakur (makrifat di Gusti)
- 2Manunggal dengan perbuatan dan perilaku mencari keiklasan
- Manunggal dengan sifat-sifat Tuhan
- Menunggal dengan mengolah rasa untuk mengatasi kesombongan menonjolkan sifat “aku”nya
Keadaan para pencari
kemanunggalan sejati, dapat digambarkan seperti “warangko manjing curigo” atau “kodok
ngemuli lenge”, yang mempunyai maksut angrogo sukmo, atau berbadan suksma yaitu
pamoring kawulo gusti. Ada yang menganggap orang yang angrogo sokmo itu
suksmanya keluar dari badan, dan mengetahui dan melihat badannya tidur. Untuk dimengerti
itu anggapan yang salah dan salah jalan. Namanya manunggal itu tidak berupa
itu, tapi tingkah laku dab perbuatannya sesuai dengan sifat-sifat ketuhanan,
yang berdasarkan petunjuk yang diterima rasa dan diterjemahkan dengan perilaku
sehari-hari berdasarkan budi pekerti yang mulia.
Ada kalanya seseorang paranormal atau kyai yang
memberikan wejangan dengan kata-kata yang tinggi-tinggi yang
dikembang-kembangkan, memilih orang yang bisa menerimanya, juga member keterangan
bagaimana keadaan yang nyata sampai dengan kemanunggalan, bagi orang yang
cerdas dan cerdik di budi pekertinya, bisa membedakan keterangan yang
menyesatkan dan kebenaran, bagi yang bodoh sudah merasa puas dengan cara cara
penebusan dosa saja, terus merasa suci dan membanggakan diri sudah ketemu
pencarian tujuan hidup, sehingga si bodoh tidak mau belajar dan manembah
terhadap Tuhan dan menjalankan perbuatan budhi darma. Kadangkala meremehkan
para pencari kebenaran karena merasa lebih baik. Keadaan si bodoh ini
diibaratkan orang buta yang tahu jalan, jadi sebenarnya sangat disayangkan
karena jalannya terlunta-lunta dan kesasar.
Diantara kyai atau guru
klenik, memberi wejangan ilmu kasampurnan atau ada yang menyebut ilmu tua
kepada murid-muridnya dengan upacara dan syarat-syarat tertentu, seperti
menggunakkan kenduri dengan ayam ingkung ayam jago putih mulus, pisang raja,
suruh, sejumplah uang yang sudah ditentukan, sewaktu diwejang harus duduk di
kain putih, terkadang ditutupi dengan kain kebaya atau mori putih, sedangkan
waktu wejangan setelah tengah malam, di halam rumah yang tidak tertutup atap,
muridnya menghadap barat, gurunya menghadap timur, adan ada beberapa wejangan
ditengah sungai berendam di air, yang mejang dengan cara berbisik-bisik dengan
kata-kata campur aduk arab dan jawa, dan bahasa lainnya yang tidak mudah
dimengerti maksut dan artinya, ilmu yang diberikan mereka sebut ilmu
pagedongan, ilmu sangu mati, ilmu yang tidak boleh sembarang diucapkan, siapa
yang menjalankan ini akan menjadi sempurna matinya, dan sang guru memberikan
pemahaman dan doktrin pemahaman seperti itu kepada muridnya. Cara-cara ini
salah total.
Kalau mau menelaah
berdasarkan kewaspadaan dan kebijaksanaan, ilmu yang dibeberkan oleh sang guru
tersebut bukan ilmu yang benar, karena sudah menyimpang dari jalan kebenaran. Karenaajarannya
bukan dari pencerahan dan petunjuk Tuhan yang sejati. Ilmu yang benar adalah
jalan menuju kenyataan sejati harus berdasarkan petunjuk dari Tuhan melewati
rasa sejati yang jadi utusannya Tuhan, yaitu sang guru sejati, yang penting,
berbakti, yakin dan setia menjalankan ajaran Tuhan. Bekal yang akan dibawa
kembali ke Asal mulanya hidup hanya kesucian.
Ajaran-ajaran ini
diterangkan dengan mudah, tapi sangat sulit dilakukan karena banyak halangan
dan godaan, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa sampai pada kenyataan
jati diri, tapi kita boleh berputus asa untuk mencarinya. Cirri-ciri yang sudah
menemukan pencerahan hidup atau kenyataan hidup yang sejati adalah :
1. Perilakunya
membuat orang trenyuh
2. Ramah
tamah kepada siapa saja
3. Perilakunya
santun
4. Sedikit
bicara, bila mengucap sabar dan hati-hati
5. Kalau
bicara tenang dan mantap tanpa ragu
6. Pandangannya
ramah tapi berwibwa
7. Tajam
sorot matanya
8. Sederhana
berpakaian
9. Sederhana
hidupnya dan berbudi luhur
10. Kesabarannya
seperti samudera
11. Banyak
toleransi dan pemaaf serta berbuat adil kepada siapa saja
12. Welas
asih kepada siapa saja
13. Menjalankan
kewajiban hidup dengan perilaku yang benar
14. Menghormati
semua agama dan keyakinan yang berbeda
15. Setia
terhadap undang-undang Negara
16. Tidak
membeda-bedakan derajat, golongan, bangsa, perempuan atau laki-laki, tua atau
muda
17. Semua
dirangkul bersama tapi tidak meninggalkan tata karma
18. Tidak
meninggalkan tata cara hidup bermasyarakat didunia
19. Saling
hormat menghormati dengan sesame
20. Tidak
merubah nama diganti yang mahsyur supaya dipuja-puja orang
21. Tidak
meninggalkan kewaspadaan dan kesadaran
hidup.
Sebenarnya ilmu rasa ini
tidak bisa mudah diterangkan dengan kata-kata, ibaratnya bagaikan menulis buku
dengan tinta samudera, yang menjadi penghalang rasa adalah sebagai berikut :
1. Bahagia
sedih
2. Ragu-ragu
dan kawatir
3. Fikiran
yang tidak bisa tenang
4. Takut
5. Rasa
kesengsaraan
6. Terkucilkan
atau dipuji-puji
7. Perilaku
yang berlebih-lebihan
Sejatinya hidup adalah yang
menghidupi semua sifat hidup, maka
terasa manunggal semuasifat hidup, yang merasuki disemua berujut nyata, yaitu
alam seisinya, yang tidak terbatas waktu dan tempat, jauh atau dekat, banyak
atau sedikit. Seperti itu orang yang sudah menemukan ilmu rasa sejati.
Seringkali banyak orang yang
mengira dan menganggap kalau orang yang sudah sampai ketahap ilmu kasunyatan
atau ilmu roso sejati akan menyingkirkan diri dari kemasyarakatan, yang berdiam
diri di puncaknya gunung, tempat yang sepi, masuk dalam gua, atau ditengah
hutan, bertapa dan tidak bekerja untuk memenuhi keperluan hidupnya, mengajarkan
kesaktiannya dan keahlian-keahlian ghaib seperti :
1. Bisa
tidak terlihat, bisa berubah-ubah ujud, tidak mempan kena senjata tajam atau
peluru, tidak mempan dibakar atau yang lainnya
2. Bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit
3. Bisa
mengetahui kejadian yang akan terjadi, menebak perjalanan nasib orang yang akan
terjadi atau sebagainya.
Keyakinan dan kepercayaan
seperti itu salah, karena ilmu rasa sejati tidak seperti itu, orang yang sudah
sampai pada rasa sejati tidak pamer dan mengajarkan seenaknya sendiri, karena
orang yang tahu hanya orang-orang tertentu yang sudah sampai ketaraf ini. Maka kalau
ada orang yang mengadakan atau mengaku pada taraf ilmu roso sejati,
mendeklarasikan sebagai wiku, pandito, eyang yang nama dan sebutannya
berlebihan seperti Kyai ageng, maha guru, panembahan dan sebagainya, jangan
cepat percaya dan berguru kepadanya, walaupun mempunyai kemampuan yang
bermacam-macam, belum tentu menuntun kejalan keselamatan dan ketentraman hidup,
apalagi menyimpang dari ajaran hidup. Lebih-lebih sang kyai atau guru tingkah lakunya hanya mencari sensasi, ingin
terkenal, mencari kekayaan itu tandanya belum menempati dan mempunyai budhi
luhur yang menjadi tahapnya manunggal rasa jati.
Mantap tu artikelnya masbro....
BalasHapussalam kenal
mudh2an kita sbg umatnya Rasullah bs untuk membca n mngkajinya smua.....
BalasHapus